Langsung ke konten utama

Materi ke-2 : konsep dasar hak asasi manusia


Definisi HAM

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.10 Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang berbedabeda, ia tetap mempunyai hak-hak tersebut. Inilah sifat universal dari hak-hak tersebut. Selain bersifat universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable). 
Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh seseorang atau betapapun bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia dan karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani.

*Hak asasi manusia adalah hak2 yang dimiliki manusia semata-mata karena manusia.
*HAM adalah hak yang diberikan Allah SWT. Yang tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup dengan layak.

Terdapat 2 jenis , Hukum positif dan hukum alam.
Hukum alam mendasarkan pada logika manusia dan berdasarkan kondisi-kondisi alam dari tuhan ( sudah ada kodratnya). HAM yang kuat itu berdasarkan hukum alam. HAM itu tidak universal.
Perbedaan tentang HAK dan HAM
Contoh :
HAK :  Anda di tolak menikah oleh orang lain itu termasuk HAK.
HAM   : hak untuk menikah. kalau ada negara yang mengintimidasi anda itu melanggar HAM.
Awal mula perkembangan HAM pemenuhanya bukan ditentukan oleh orang lain tapi ditendukan oleh anda sendiri yang mempunyai hak itu.


Sebuah buku yang berjudul “Human Rights, Individual Rights, and Collective Rights”yang ditulis oleh Jack Donnelly dan dikutip oleh Peter R. Baehr dikatakan bahwa “human rights are rights that human beings posses because they are human beings.” Sebagai sebuah identitas yang membedakan manusia dengan mahluk lain maka sudah sepantasnya hak asasi manusia (HAM) diakui secara universal tanpa peduli apapun warna kulit, jenis kelamin, usia, latar belakang kultural dan pula agama atau kepercayaan spiritualitasnya.
Senada dengan pendapat di atas Jimly Asshidiqie merefleksikan hak asasi manusia (HAM) sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia.48 Dikatakan ‘melekat’ atau ‘inheren’ karena hak-hak itu dimiliki berkat kodrat kelahirannya sebagai manusia dan bukan karena pemberian oleh suatu organisasi kekuasaan manapun termasuk negara. Dikatakan ‘melekat’ itu pulalah maka pada dasarnya hak-hak ini tidak sesaatpun boleh dirampas atau dicabut.
Gagasan mengenai hak asasi manusia ditandai dengan munculnya konsep hak kodrati (natural rights theory) dimana pada zaman kuno yaitu filsafat stoika hingga ke zaman modern dengan tulisan-tulisan hukum kodrati Thomas Aquinas, Hugo de Groot dan selanjutnya pada zaman pasca Reinaisans, John Locke mengajukan pemikiran tentang hukum kodrati sehingga melandasi munculnya revolusi yang terjadi di Inggris , Amerika Serikat dan Perancis pada abad 17 dan 18.
Pemikiran tentang hukum kodrati berakar dari kekuatan konservatif yang ingin
melindungi properti-properti tertentu dengan selimut suci.50 Motif tersebut diakui sebagai hak fundamental dari setiap individu dalam hidupnya. Namun uniknya dibalik sifat konservatif gagasan hukum kodrati tadi, ternyata tersimpan juga motif yang revolusioner, hal ini terbukti ketika pemikiran hukum kodrati tentang kesetaraan manusia terkandung dalam dokumen hukum di Amerika dan Perancis yang bertujuan untuk melindungi hakhak asasi manusia.
Di Eropa Barat pemikiran mengenai hak asasi berawal dari abad ke 17 dengan timbulnya konsep Hukum Alam serta hak hak alam. Akan tetapi sebenarnya beberapa abad sebelumnya, yaitu pada Zaman Pertengahan, masalah hak manusia sudah mulai muncul di Inggris.
Pada tahun 1215 ditandatangani suatu perjanjian, Magna Charta, antara Raja John dari Inggris dan sejumlah bangsawan. Raja Jhon dipaksa mengakui beberapa hak dari para bangsawan sebagai imbalan untuk dukungan mereka membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan perang. Hak yang dijamin mencakup hak politik dan sipil yang mendasar, seperti hak untuk diperiksa di muka hakim (habeas corpus). Sekalipun pada awalnya hanya berlaku untuk bangsawan, hak hak itu kemudian menjadi bagian dari sistem konstitusional Inggris yang berlaku bagi semua warga negara. Sampai sekarang, Magna Charta masih dianggap sebagai tonggak sejarah dalam perkembangan demokrasi di Barat.
Pada abad ke 17 dan ke 18 pemikiran mengenai hak asasi maju dengan pesat. Konsep bahwa kekuasaan raja berdasarkan wahyu illahi (Divine Right Of Kings atau Hak Suci Raja) yang sejak abad ke 16 berdominasi. Mulai dipertanyakan keabsahannya karena banyak raja bertindak sewenang wenang. Golongan menengah yang mulai bangkit ingin agar kepatuhan masyarakat pada raja mempunyai dasar yang rasional. Yang dicita citakan ialah suatu hubungan antara raja dan rakyat berdasarkan suatu kontrak, sesuai dengan suasana perdagangan yang sedang berkembang di Eropa Barat.
Pemikiran ini tercermin dalam karangan beberapa filsuf Zaman Pencerahan (Enlightenment) yang menganut aliran Liberalisme (klasik). Seperti Hobbes (1588 – 1679), John Locke (1632 – 1704), Montesquieu (1689 – 1755) dan Rousseau (1712 – 1778).
Sekalipun mereka berbeda dalam penafsiran, semuanya membayangkan suatu masa lalu dimana manusia hidup dalam “keadaan alam” (state of nature). Dalam keadaan alam ini semua manusia sama martabatnya, tunduk kepada hukum alam, dan memiliki hak hak alam.Akan tetapi suatu saat manusia mengembangkan rasionya (akal sehat) dan sampai pada kesimpulan bahwa untuk menjamin terlaksananya hak hak itu, “keadaan alam” perlu ditinggalkan dan diganti dengan kehidupan bernegara berdasarkan suatu kontrak sosial antara penguasa dan masyarakat.
Yang paling tegas merumuskan hak hak alam itu ialah John Locke, yaitu hak atas hidup, kebebasan, dan kepemilikan serta pemikiran bahwa penguasa harus memerintah dengan persetujuan rakyat (government by consent). Filsuf Prancis, Montesquieu lebih menekankan perlunya pembagian kekuasaan sebagai sarana menjamin hak hak itu, suatu sistem yang kemudian dikenal dengan istilah trias politica. Filsuf Prancis lain yaitu Jean-Jacques Rousseau, menekankan perlunya kebebasan bagi manusia. Jika pemikiran John Locke menjadi pegangan bagi rakyat Amerika saat memberontak melawan penguasa Inggris (1775-1781), maka Jean-Jacques Rousseau menjadi inspirasi bagi rakyat Prancis untuk memulai revolusinya (1789) melawan raja Bourbon, Louis XVI. Hak asasi pada tahap itu masih terbatas pada hak dibidang politik seperti hak atas kebebasan, atas kesamaan (equality), dan hak menyatakan pendapat. Hak hak ini dicantumkan dalam beberapa piagam.
        Rumusan hak-hak asasi pada abad ke-17 dan ke- 18 ini sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai Hukum Alam (Natural Law), seperti yang dirumuskan oleh John Locke (1632-1714) dan J.J. Rousseau (1712-1778) dan hanya terbatas pada hak-hak yang bersifat politis, seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk memilih, dsbnya. Pada abad ke-20, hak-hak politik ini dianggap kurang sempurna, maka dicetuskan beberapa hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya. Presiden AS, Franklin D. Roosevelt, merumuskan empat macam hak asasi yang kemudian dikenal dengan “The Four Freedoms”.
·                               Terdapat Empat Kebebasan , diantaranya adalah:
Freedom of Speech – (kebebasan untuk berbicara dan mengemukakan pendapat);
Freedom of Religion – (kebebasan beragama);
Freedom from Fear – (kebebasan dari rasa ketakutan)
Freedom from Want – (kebebasan dari kemelaratan)
 Hal inilah yang kemudian menjadi inspirasi PBB untuk membentuk Komisi Hak-Hak Asasi pada tahun 1946. Hasilnya pada tanggal 10 Desember 1948, secara aklamasi negara-negara yang tergabung dalam PBB menerima Pernyataan Sedunia Tentang Hak-hak Asasi Manusia = Universal Declaration of Human Rights. Dan pada tahun 1966, sidang umum PBB menyetujui secara aklamasi Perjanjian tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Perjanjian tentang Hak-hak Sipil dan Politik.
• Jika Dilihat dari perkembangan hak asasi manusia, maka konsep hak asasi manusia mencakup generasi I, generasi II, generasi III, sebagai beikut :
a.        Generasi I konsep HAM ,
 Generasi I ini merupakan reaksi terhadap kehidupan kenegaraan yang totaliter dan fasistis yang mewarnai tahun tahun sebelum Perang Dunia II.
Pada generasi HAM I berisi “Kebebasan” atau “hak-hak generasi pertama” sering dirujuk untuk mewakili hak-hak sipil dan politik, yakni hak-hak asasi manusia yang “klasik”. Hak-hak ini muncul dari tuntutan untuk melepaskan diri dari kungkungan kekuasaan absolutisme negara dan kekuatan-kekuatan sosial lainnya --sebagaimana yang muncul dalam revolusi hak yang bergelora di Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18. Karena itulah hak-hak generasi pertama itu dikatakan sebagai hak-hak klasik. Hak-hak tersebut pada hakikatnya hendak melindungi kehidupan pribadi manusia atau menghormati otonomi setiap orang atas dirinya sendiri (kedaulatan individu). Termasuk dalam generasi pertama ini adalah hak hidup, keutuhan jasmani, hak kebebasan bergerak, hak suaka dari penindasan, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan, kebebasan untuk berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari penahanan dan penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas dari hukum yang berlaku surut, dan hak mendapatkan proses peradilan yang adil. Hak-hak generasi pertama itu sering pula disebut sebagai “hak-hak negatif.
Artinya tidak terkait dengan nilai-nilai buruk, melainkan merujuk pada tiadanya campur tangan terhadap hak-hak dan kebebasan individual. Hak-hak ini menjamin suatu ruang kebebasan di mana individu sendirilah yang berhak menentukan dirinya sendiri. Hak-hak generasi pertama ini dengan demikian menuntut ketiadaan intervensi oleh pihakpihak luar (baik negara maupun kekuatan-kekuatan sosial lainnya) terhadap kedaulatan individu. Dengan kata lain, pemenuhan hak-hak yang dikelompokkan dalam generasi pertama ini sangat tergantung pada absen atau minusnya tindakan negara terhadap hakhak tersebut. Jadi negara tidak boleh berperan aktif (positif) terhadapnya, karena akan mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut. Inilah yang membedakannya dengan hak-hak generasi kedua, yang sebaliknya justru menuntut peran aktif negara. Hampir semua negara telah memasukkan hak-hak ini ke dalam konstitusi mereka.  

b.      Generasi II konsep HAM,
Generasi ini merupakan perluasan secara horizontal generasi I, sehingga konsep HAM mencakup juga bidang sosial, ekonomi, politik dan budaya. Generasi II, merupakan terutama sebagai reaksi bagi negara dunia ketiga yang telah memperoleh kemerdekaan dalam rangka mengisi kemerdekaananya setelah Perang Dunia II.  Generasi ke II berisi “Persamaan” atau “hak-hak generasi kedua” diwakili oleh perlindungan bagi hakhak ekonomi, sosial dan budaya. Hak-hak ini muncul dari tuntutan agar negara menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar setiap orang, mulai dari makan sampai pada kesehatan. Negara dengan demikian dituntut bertindak lebih aktif, agar hak-hak tersebut dapat terpenuhi atau tersedia. Karena itu hak-hak generasi kedua ini dirumuskan dalam bahasa yang positif: “hak atas” (“right to”), bukan dalam bahasa negatif: “bebas dari” (“freedom from”). Inilah yang membedakannya dengan hak-hak generasi pertama. Termasuk dalam generasi kedua ini adalah hak atas pekerjaan dan upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, hak atas lingkungan yang sehat, dan hak atas perlindungan hasil karya ilmiah, kesusasteraan, dan kesenian. Hak-hak generasi kedua pada dasarnya adalah tuntutan akan persamaan sosial. Hak-hak ini sering pula dikatakan sebagai “hak-hak positif”. Yang dimaksud dengan positif di sini adalah bahwa pemenuhan hak-hak tersebut sangat membutuhkan peran aktif negara. Keterlibatan negara di sini harus menunjukkan tanda plus (positif), tidak boleh menunjukkan tanda minus (negatif). Jadi untuk memenuhi hak-hak yang dikelompokkan ke dalam generasi kedua ini, negara diwajibkan untuk menyusun dan menjalankan program-program bagi pemenuhan hak-hak tersebut. Contohnya, untuk memenuhi hak atas pekerjaan bagi setiap orang, negara harus membuat kebijakan ekonomi yang dapat membuka lapangan kerja.

C. Generasi III konsep HAM,
Generasi Ke-3 ini merupakan hak hukum, sosial, ekonomi, politik dan budaya menjadi apa yang disebut hak akan pembangunan (the right to development). Hak asasi manusia di nilai sebagai totalitas yang tidak boleh dipisah pisahkan. Pada genearasi ini “Persaudaraan” atau “hak-hak generasi ketiga” diwakili oleh tuntutan atas “hak solidaritas” atau “hak bersama”. Hak-hak ini muncul dari tuntutan gigih negara-negara berkembang atau Dunia Ketiga atas tatanan internasional yang adil. 


Sumber :

sumber :
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/135608-T+27944-Implementasi+hakTinjauan+literatur.pdf

https://belapendidikan.com/perkembangan-hak-asasi-manusia-di-eropa/

http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2015/01/Perkembangan-Pemikiran-HAM

Komentar