Langsung ke konten utama

Materi ke-8 : HAM dan Praktek Pembangunan

Pertemuan 8
Pihak2 yg berbicara mengenai HAM ada 2 komunitas. Sama2 mmenguniversalkan nilai-nilai, tujuan dan HAM Barat, tapi metode atau cara yang digunakan berbeda.
Mereka khawatir pembangunan yang mereka lakukan akan diintervensi dan pengenaan nilai-nilai sosial yang melekat dengan pekerjaan mereka. Karena takut mengambil waktu lama, maka dilakukan dengan cara bekerjasama dengan internal untuk membangun kebijakan nasional dan dinamika internal komunitas agar tidak dianggap antek-antek Barat, ini yang dilakukan komunitas pembangunan.

Upaya komunitas pembangunan :
1. Mempromosikan kepada masyarakat, dibuka pemikirannya agar mendapat dukungan
2. Modalitas pendanaan dan kemitraan
3. Penilaian dan pemrograman partisipatif dsb.

Komunitas pembangunan lebih kepada praktik daripada retorika filosofis tentang bagaimana HAM harus ditegakkan.

Komunitas HAM lebih banyak teori daripada praktek,.

Dasar pemikiran tulisan ini:
1. Banyak pelanggaran HAM di seluruh dunia tidak dihasilkan dari keraguan tentang universalitas HAM. Mengungkapkan keraguan tsb memungkinkan pelaku untuk menutupi pelanggaran yang dilakukan karena alasan kekuasaan atau kekejaman atau ketidakpedulian sederhana, tetapi mungkin tidak ada hubungan kausal antara keraguan dan tindakan intelektual.
2. Praktisi sering terjebak menyelesaikan masalah HAM dengan suap. Di satu sisi, mereka biasanya kurang disibukkan dengan debat filosofis dan lebih peduli hanya untuk menghentikan terjadinya pelanggaran HAM. Pada saat yang sama, mereka mungkin merasa tidak nyaman, takut bahwa jenis perubahan perilaku yang mengalir dari penerapan sederhana politik kekuasaan mungkin agak tidak berkelanjutan; yaitu, orang dan negara akan berusaha untuk membalikkannya begitu mereka merasa bahwa keseimbangan kekuatan menguntungkan mereka.
3. Selain itu, sementara politik kekuasaan dapat "bekerja" dalam arti mencapai tujuan yahmng diinginkan dalam jangka pendek, mungkin dalam jangka panjang melemahkan universalitas yang sangat memberikan landasan moral bagi bangunan HAM.

Oleh karena itu, sementara meyakinkan secara intelektual orang yang ragu akan universalitas HAM sama sekali bukan kondisi yang diperlukan atau cukup untuk perlindungan dan promosi HAM, diskusi tentang dasar intelektual dari bangunan HAM tetap relevan untuk alasan praktis dan etis.

Solusi hukum
Salah satu dari 6 cara yang digunakan oleh pihak2 pendukung HAM Universal utk melawan tanggapan stereotipe pihak relatifis yang mengatakan HAM itu eropasentris menggunakan pendekatan Hukum. Caranya adalah hak asasi manusia itu bukan lagi soal eropasentris karena sudah masuk k aturan internasional, sehingga karena sudah disetujui berarti tidak boleh dikatakan bahwa itu produk Eropa lagi. Hal ini mengakibatkan UU konvenan diratifikasi (UU yang diterapkan oleh suatu daerah atau negara) oleh banyak negara.
Kelemahan metode ini, banyak kontradiksi dan banyak kerancuan, jadi HAM ini universal tapi boleh dilanggar misalnya. Jadi hukum yang ada itu sesuai dengan keinginan kita saat kita anggap baik akan diikuti dan sebaliknya.

Relativitas budaya yang lemah
Seperti kita mendalilkan relatifisme budaya yang berbeda-beda tapi terbatas, tidak semua kasus bisa diselesaikan dengan cara relativis budaya.
Ada 6 hal yang dibolehkan (kepentingan umum, keamanan nasional) diselesaikan dengan cara relativisme tapi diluar itu tidak bisa.

Kritik

Kelemahan Metode Relativitas Budaya yang lemah

Relativisme ini ditunjukkan untuk aktor negara, seperti keamanan dll. Padahal kerja negara memang seperti itu, tanpa ada hak-hak itu negara tidak akan kuat.
Lalu, kita harus pakai metode bahwa yang kita katakan tentang relatifis budaya itu lemah karena ada batasnya, tidak luas se luas2nya. Namun ketika kita berbicara mengenai hukuman mati, warisan utk perempuan, kebebasan memilih agama, apakah perempuan harus disunat, nah hal-hal itu tidak bisa disamakan dan berbeda-beda penerapannya. Jadi intinya permasalahan nya itu diperbolehkan atau tidaknya suatu tindakan dilakukan berdasarkan hati nurani utk menentukan hal itu.

Posisi afirmatif
"sejarah [Barat] ini tidak membuat hak-hak ini menjadi 'Barat' yang lebih tidak relevan daripada asal-usul dan penyebaran awal fisika Newtonian dan kuantum membuat mereka 'Barat' fisika tidak berlaku untuk Asia".
hanya ada sedikit nilai-nilai yang seharusnya dari kedaulatan atau non-intervensi atau tradisi yang membenarkan kepasifan dalam menghadapi pelanggaran hak asasi manusia, penindasan, diskriminasi, dan pengecualian. Pelanggaran HAM, di mana pun mereka terjadi dan bagaimanapun mereka dibenarkan, apakah terinspirasi oleh fasisme, komunisme, agama, tradisi, atau pasar bebas, tidak dapat diterima dan harus diakhiri — titik.

Strategi empiris
Para sarjana berupaya mengidentifikasi, dalam berbagai budaya, agama, dan sistem nilai dunia, elemen-elemen yang sejalan dengan, menyerupai, atau mengakomodasi norma-norma hak asasi manusia.
Idenya di sini adalah bahwa seseorang dapat secara empiris menunjukkan universalitas hak asasi manusia dengan menunjukkan semacam pertandingan organik moral antara hak asasi manusia dan elemen kunci dalam budaya dan agama di seluruh dunia.
Jadi maksudnya adalah bahwa utk menunjukkan HAM itu universal, digunakan sesuatu di masyarakat misal dalam hal agama bahwa dalam agama pun HAM bisa diterima dan terbukti dengan fakta-fakta sosial kultural daerah masing-masing misal dalam agama-agama ditunjukkan bahwa ada contoh-contoh HAM universal.
Contoh :
Hipotetis dari sebuah komunitas dengan praktik yang kuat dan berprinsip tidak menyiksa anggotanya, dibenarkan dengan alasan bahwa penyiksaan terhadap anggota suku akan mengganggu keseimbangan sosial atau bahwa Dewa menyanggah penyiksaan klan.
Karena kelompok tersebut tinggal di daerah terpencil dan tidak pernah bertemu dengan orang-orang yang bukan anggota, hal itu akibatnya tidak pernah terlibat dalam penyiksaan dan dengan demikian memiliki praktik yang sesuai dengan standar hak asasi manusia.
Argumen :
Kedua, adalah satu hal untuk menunjukkan bahwa nilai-nilai, konsep-konsep, atau praktik-praktik tertentu dalam, katakanlah, Islam atau Buddhisme kompatibel dengan hak asasi manusia, meskipun mungkin dibenarkan dengan alasan yang berbeda. Lain lagi untuk mengatakan bahwa nilai-nilai dan praktik-praktik ini menunjukkan bahwa semua atau bahkan sebagian besar hak asasi manusia saat ini menegaskan secara organik berakar pada semua budaya (Perry 1998, 72ff.). Keputusan perlu dibuat untuk menjatuhkan beberapa hak untuk beberapa budaya, yang, sebagaimana Donnelly telah jelaskan, adalah awal dari kemiringan yang licin untuk menegaskan kembali hak-hak budaya yang didahulukan (Donnelly 1989).
Ketiga, budaya tradisional dan sistem keagamaan tidak tetap atau monolitik. Mereka berubah seiring waktu, dan mereka sering memuat teks-teks yang sangat kontradiktif di dalamnya

Pendekatan filosofis
Jika keberadaan watak manusia tetap dapat diasumsikan — suatu ciri kemanusiaan yang pada dasarnya sama untuk semua manusia, manusia — kita dapat "dengan yakin mengidentifikasi beberapa hal yang baik untuk setiap manusia" (Perry 1998, 63) .4 Pendekatan ini bekerja sangat baik di sisi negatif, yaitu ketika menggambarkan kejahatan besar yang kita semua rasakan secara intuitif tidak mungkin dianggap baik bagi manusia di dunia ini: pembunuhan, perbudakan, genosida, perkosaan (Perry 1998, 71).

Perubahan inkremental
Ini sama dengan pendekatan empiris tadi, Inkremental lebih real ke praktek, jadi hampir sama ke empiris, tapi klu inkremental itu langsung terjun ke lapangan dan mengajak masyarakat bukan hanya mencari fakta-fakta dan melihat saya seperti empiris.


Komentar